APRESIASI PUISI

A. Pengertian Apresiasi
Sastra adalah hasil kegiatan kreatif manusia dalam mengungkapkan penghayatannya dengan menggunakan bahasa. Jika diteliti pengertian tersebut ada dua pernyataan yang menjelaskan istilah sastra. Pertama, “mengungkapkan penghayatan” dan yang kedua “kegiatan
kreatif”. Mengungkapkan penghayatan menyiratkan bahwa sastra itu
berawal dari penghayatan terhadap sesuatu yang kemudian diungkapkan
dengan menggunakan bahasa. Penghayatan itu bisa terhadap benda-benda,
atau hal lain termasuk karya sastra lain. “Mengungkapkan penghayatan”
yang menghasilkan karya sastra diperlukan kreativitas. Tanpa kreativitas
tidak akan lahir karya seni.
Apresiasi sastra, adalah kegiatan untuk mengakrabi karya sastra dengan sungguh-sungguh. Di dalam mengakrabi terjadi proses pengenalan, pemahaman, penghayatan, dan setelah itu penerapan.
Dalam proses pengenalan, penonton
atau pembaca akan mulai menemukan ciri-ciri umum yang tampak,
misalnya kita sudah mengenal judul, pengarang, atau bentuk karya sastra
umum. Dengan kata lain, proses pengenalan pembaca atau penonton
sudah mengenal judul dari puisi, mengenal siapa pengarang puisi atau
jenis sastra lain seperti novel, cerpen, dan drama. Setelah proses
pengenalan akan timbul keinginan untuk mengetahui lebih lanjut tentang
karya tersebut.
Pemahaman,
kadang apresiator mudah untuk memahami kadang pula sulit. Jika hal
ini terjadi perlu ditempuh upaya untuk mencapainya. Umpamanya dalam
memahami puisi terlebih dahulu dicari penjelasan kata-kata sulit,
membubuhkan tanda penghubung, membubuhkan tanda baca. Dengan demikian,
pemahaman akan tercapai.
Proses penghayatan, dapat dilihat dari indikator yang dialami pembaca atau penonton (apresiator). Umpamanya saat kita membaca novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck di
mana percintaan dua anak manusia yang tidak kesampaian, begitu kita
membaca surat terakhir Hayati yang mengiba-iba dia menulis .”selamat
tinggal Zainuddin, dan biarlah penutup surat ini kuambil perkataan yang
paling enak kuucapkan di mulutku dan agaknya entah dengan itu kututup
hayatku di samping menyebut kalimat syahadat, yaitu: Aku cinta akan
engkau, dan kalau kumati , adalah kematianku di dalam mengenangkan
engkau”....
Ketika
kita membaca lalu merenung, kemungkinan timbul perasaan sedih, gunda,
dan iba, yang seakan-akan diri kitalah yang berlakon dalam surat itu. Di
sisi lain, kita menyaksikan tayangan Trans TV acara Ekstravaganza, tanpa sadar kita terpingkel-pingkel tertawa karena kelucuan tokoh-tokohnya, menyaksikan banyolan di layar tancap, parodi yang digelar oleh anak-anak teater,
Apabila
kita merasakan sedih, gembira, atau apa saja karena rangsangan bacaan
atau tontonan tersebut seolah-olah kita mendengar, melihat sesuatu. Hal
ini terjadi, berarti kita sebagai apresiator sudah terlibat dengan
karya yang sedang diapresiasinya itu.
Proses penikmatan, timbul
karena merasa berhasil dalam menerima pengalaman orang lain, yaitu
bertambah pengalaman sehingga dapat menghadapi kehidupan dengan lebih
baik; menikmati sesuatu dengan sesuatu itu sendiri, yaitu kenikmatan
estetis. Indikator wilayah penikmatan, kita dapat bertanya kepada diri
sendiri: Sudahkah saya menemukan pengalaman pengarang? Jika jawabnya ya, coba kita gambarkan bagaimana proses penemuan itu. Mungkin Anda tersentuh dengan latar suatu cerita, umpamanya roman ateis (Anda
sudah mengenal Bandung) merasa nikmat ketika pengarang melukiskan
bagaimana indahnya kota Bandung pada masa itu dengan delman, gadis-gadis
yang berkebaya dan berpayung, serta latar yang sejuk dan rimbun dengan
pepohonan. Selain rasa kagum, Anda merasa terlepas dari beban, merasa
ada teman, karena nilai-nilai yang ditemukan sebagai penikmatan
tersebut.
Penerapan,
penerapan merupakan wujud perubahan sikap yang timbul sebagai temuan
nilai. Apresiator yang telah menemukan/merasakan kenikmatan,
memanfaatkan temuan tersebut dalam wujud nyata perubahan sikap dalam
dunia nyata, perubahan sikap dalam kehidupan. Apresiator mendapat
manfaat langsung dari bacaan tersebut.
Contoh Atheis,
menemukan betapa goyahnya seorang pemeluk agama yang tidak disertai
penguasaan ilmu. Dari temuan ini pembaca menemukan manfaat bagi dirinya.
Ia berusaha melengkapi agamanya dengan ilmu.
Terjadi proses pengenalan, pemahaman, penghayatan, dan setelah itu penerapan.
Rusyana, menyebutya dengan istilah tingkat-tingkat apresiasi,
sementara Sumarjo (1986) menyebut dengan langkah-langkah apresiasi.
Langkah-langkah dan tingkat apresiasi itu antara lain
- Tingkat pertama terjadi apabila seseorang mengalami pengalaman yang ada dalam sebuah karya. Ia terlibat secara intelektual, emosional, imajinatif dengan karya sastra.
- Tingkat kedua terjadi apabila daya intelektual pembaca bekerja lebih giat.
- Tingkat ketiga terjadi, apabila pembaca telah mampu menemukan ada tidaknya hubungan antara karya yang dibacanya dengan kehidupan
B. Apresiasi Puisi
Seperti
bentuk karya sastra lain, puisi memunyai ciri-ciri khusus. Pada umumnya
penyair mengungkapkan gagasan dalam kalimat yang relatif pendek-pendek
serta padat, ditulis berderet-deret ke bawah (dalam bentuk bait-bait),
dan tidak jarang menggunakan kata-kata/kalimat yang bersifat konotatif.
Kalimat
yang pendek-pendek dan padat, ditambah makna konotasi yang sering
terdapat pada puisi, menyebabkan isi puisi seringkali sulit
dipahami. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut
untuk mengapresiasi puisi, terutama pada puisi yang tergolong ‘sulit’
yaitu:
1. Membaca puisi berulang kali
2. Melakukan
pemenggalan dengan membubuhkan (a) garis miring tunggal ( / ) jika
di tempat tersebut diperlukan tanda baca koma; (b) dua garis miring (
// ) mewakili tanda baca titik, yaitu jika makna atau pengertian
kalimat sudah tercapai.
3. Melakukan parafrase dengan menyisipkan atau menambahkan kata-kata yang dapat memerjelas maksud kalimat dalam puisi.
4. Menentukan makna kata/kalimat yang konotatif (jika ada).
5. Menceritakan kembali isi puisi dengan kata-kata sendiri dalam bentuk prosa.
Berbekal
hasil kerja tahapan-tahapan di atas, unsur intrinsik puisi seperti
tema, amanat/ pesan, feeling, dan tone dapat digali dengan lebih mudah.
Berikut ini diberikan sebuah contoh langkah-langkah menganalisis puisi.
Mata Pisau
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu tak berkejap menatapmu;
kau yang baru saja mengasahnya
berpikir : ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu
Tahap I : Membaca puisi di atas berulang kali (lakukanlah!)
Tahap II : Melakukan pemenggalan
Mata Pisau
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // ia tajam untuk mengiris apel /
yang tersedia di atas meja /
sehabis makan malam //
ia berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //
Tahap III : Melakukan parafrase
Mata Pisau
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
(sehingga) kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // (bahwa) ia (pisau itu) tajam untuk mengiris apel /
yang (sudah) tersedia di atas meja /
(Hal) (itu) (akan) (kau) (lakukan) sehabis makan malam //
ia (pisau itu) berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //
Tahap IV : Menentukan makna konotatif kata/kalimat
Pisau
adalah sesuatu yang memiliki dua sisi, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal
yang positif, bisa pula disalahgunakan sehingga menghasilkan
sesuatu yang buruk, jahat, dan mengerikan.
Apel adalah sejenis buah yang rasanya enak atau sesuatu yang baik dan bermanfaat.
Terbayang olehnya urat lehermu adalah sesuatu yang mengerikan.
Tahap V : Menceritakan kembali isi puisi
Berdasarkan hasil analisis tahap I – IV di atas, maka isi puisi dapat disimpulkan sebagai berikut :
Seseorang
terobsesi oleh kilauan mata pisau. Ia bermaksud akan menggunakannya
nanti malam untuk mengiris apel. Sayang, sebelum hal itu terlaksana,
tiba-tiba terlintas bayangan yang mengerikan. Dalam hati ia
bertanya-tanya, apa jadinya jika mata pisau itu dipakai untuk mengiris
urat leher!
Dari
pemahaman terhadap isi puisi tersebut, pembaca disadarkan bahwa
tajamnya pisau memang dapat digunakan untuk sesuatu yang positif
(contohnya mengiris apel), namun dapat juga dimanfaatkan untuk hal yang
negatif dan mengerikan (digambarkan mengiris urat leher).
Dengan memerhatikan hasil kerja tahap 1 hingga 5, dapat dikemukakan unsur-unsur intrinsik puisi “Mata Pisau” sebagai berikut :
No.
|
Definisi
|
“Mata Pisau”
|
1
|
Tema : Gagasan utama penulis
yang dituangkan dalam
karangannya.
|
Sesuatu
hal dapat digunakan untuk kebaikan (bersifat positif), tetapi sering
juga disalahgunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif. Contoh :
anggota tubuh, kecerdasan, ilmu dan teknologi, kekuasaan dll.
|
2
|
Amanat : Pesan moral yang ingin
disampaikan penulis
melalui karangannya
|
Hendaknya kita memanfaatkan segala hal yang kita miliki untuk tujuan positif supaya hidup kita punya makna
|
3
|
Feeling : Perasaan/sikap
penyair terhadap
pokok persoalan yang
dikemukakan dalam puisi.
|
Penyair tidak setuju pada tindakan seseorang yang memanfaatkan sesuatu yang dimiliki untuk tujuan-tujuan negatif.
|
4
|
Nada : Tone yang dipakai
penulis
dalam mengungkapkan
pokok pikiran.
|
Nada puisi “Mata Pisau” cenderung datar, tidak nampak luapan emosi penyairnya.
|
0 komentar:
Posting Komentar