BERKARYA TEATER
Istilah
”teater” berasal dari kata Yunani Theatron yang secara harfiah berarti
tempat atau gedung pertunjukan dimana para pemain beraksi dan
orang-orang menontonnya. Hal ini berkaitan dengan lahirnya pertunjukan
teater yang bermula dari pemujaan terhadap
dewa kesuburan Yunani, Dionisus. Ritual pemujaan tersebut kemudian
dikembangkan menjadi sebuah festival tahunan. Akhirnya, teater yang
semula berarti sebagai tempat berlangsungnya pertunjukan dalam rangkaian
ritual pemujaan Dionisus, berkembang maknanya menjadi pertunjukan itu
sendiri.
Pada
permulaannya teater tampil di pentas dengan tanpa berdasar pada teks
melainkan cerita lisan. Artinya, para pemain tidak menghapalkan dialog
mereka berdasar teks (naskah) tetapi mereka melakukan improvisasi untuk
mengembangkan garis besar cerita yang ditentukan. Tetapi, pada masa ini
teater selalu dikaitkan dengan upacara atau ritual tertentu dan belum
berdiri sendiri sebagai sebuah pertunjukan lepas. Baru pada festival
teater di Yunani untuk memuja Dionisus itulah teater dapat tampil
sebagai pertunjukan mandiri. Pada masa ini pula teks atau naskah lakon
sudah mulai digunakan. Para pemain tidak lagi berimprovisasi tetapi
bermain berdasar teks. Penggunaan teks ini pula yang akhirnya digunakan
untuk membedakan seni teater yang bersifat tradisional dan modern.
Kelahiran
dan perkembangan teater di Indonesia tidak jauh berbeda dengan yang
terjadi di Yunani. Pada awalnya, pertunjukan teater hanyalah bagian dari
sebuah ritual tertentu. Para pemain bermain tidak berdasar teks
melainkan cerita lisan yang tata lakunya sesuai dengan rangkaian ritual
tersebut. Baru kemudian teater memisahkan diri sebagai pertunjukan
mandiri (lihat sejarah ketoprak, wayang kulit, dll). Cerita yang semula
diutarakan secara lisan kepada para pemain, akhirnya juga berubah dalam
format teks lakon (naskah). Dalam khasanah teater profesional hal ini
tentu saja merupakan satu bentuk perkembangan yang menggembirakan
mengingat bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan improvisasi yang
baik dan tepat sesuai cerita. Dengan adanya teks/naskah maka para pemain
bisa mempelajari dan menghapal dialog-dialog yang ada di dalamnya.
Teater dan Drama
Teater
bagi sebagian orang diidentikkan dengan drama. Padahal jika ditinjau
secara mendalam, teater berbeda dengan drama dan teater memiliki cakupan
yang lebih luas dibanding drama. Menurut asal katanya, seperti tersebut
di atas teater berasal dari “Theatron” yang berarti gedung atau tempat
pertunjukan, kemudian berkembang menjadi pertunjukan yang disaksikan
oleh penonton. Sedangkan “drama” berasal dari kata Perancis “Drame” yang
diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid (pengarang Perancis) untuk
menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah (Bakdi
Soemanto, 2001). Drama berikutnya dapat didefinisikan sebagai jenis
lakon (cerita) yang serius, penuh liku dan ketegangan kehidupan manusia
tapi tidak menonjolkan tragika. Dalam perkembangan teater modern,
istilah “Drama” diperluas sehingga mencakup semua lakon termasuk di
dalamnya tragedi dan komedi.
Dari
uraian di atas jelas dapat dilihat perbedaannya. Istilah “Teater”
berkaitan dengan pertunjukan sedangkan istilah “Drama” berkaitan dengan
lakon/naskah cerita. Jadi, teater adalah visualisasi dari drama atau
drama yang dipentaskan disebut dengan teater. Karena teater merupakan
visualisasi dari drama maka sering timbul istilah “pertunjukan drama
(drama yang divisualisasikan/dipertunjukkan)”. Istilah terakhir inilah
yang membuat rancu sehingga teater diidentikkan dengan drama atau
sebaliknya. Secara sederhana jika digambarkan peta kedudukan antara
teater dan drama adalah sebagai berikut;
Gambar…………….
Bahkan
jika ditinjau dari sudut lakon (naskah cerita) maka “Drama” hanya
merupakan salah satu tipe (jenis) dari lakon (Mc Tigue, 1992). Tipe
Lakon selanjutnya menurut Mc Tigue secara mendasar dibagi menjadi lima
(5) yaitu; Tragedi, Drama, Komedi, Melodrama, dan Satir. Meskipun dalam
khasanah teater modern tipe tersebut dapat dikombinasikan seperti;
Tragikomedi, Drama-Tragedi akan tetapi garis besar tipe lakon adalah
seperti tersebut di atas. Mengacu pada pendapat tersebut, kedudukan
drama jika dipandang dari sisi lakon dapat dilihat pada gambar di bawah
ini;
Gambar…….
Dari
dua gambar di atas dapat dilihat bahwa drama merupakan bagian dari
teater. Jika tinjauan dipersempit maka drama hanyalah salah satu jenis
lakon. Tetapi dalam percaturan teater modern istilah “drama” diperluas
sehingga menjadi lakon itu sendiri. Artinya, “drama” mencakup semua
jenis lakon. Jadi jika berbicara mengenai drama maka pasti akan
membicarakan lakon sedangkan jika berbicara mengenai teater pasti akan
membicarakan pertunjukan dan keseluruhan aspek yang mendukungnya
termasuk di dalamnya adalah lakon (drama).
Unsur-unsur Teater
Unsur-unsur
pokok dari teater adalah; cerita (naskah lakon), sutradara (pengarah
laku), pemain (aktor) dan penonton. Cerita adalah bahan dasar ekspresi
dalam teater. Dari cerita –yang ditulis oleh pengarang- sutradara
kemudian memberikan interpretasi dan berikutnya mengarahkan para pemain
untuk mewujudkan cerita tersebut (sesuai interpretasi yang ditentukan)
di atas pentas dan disaksikan oleh penonton. Keempat unsur tersebut
harus ada dalam peristiwa teater. Pertunjukan teater tidak akan
berlangsung tanpa cerita, tidak akan berlangsung tanpa pemain dan
sutradara serta pertunjukan teater tidak dapat dikatakan pertunjukan
teater tanpa adanya penonton. Unsur peristiwa (pertunjukan) teater jika
digambarkan adalah sebagai berikut;
Gambar……..
Unsur
yang tertera pada diagram di atas merupakan unsur dasar pembentuk
pertunjukan teater. Selain itu masih ada unsur pendukung yang disebut
dengan aspek artsitik pementasan yang meliputi; tata rias dan busana,
tata suara, tata cahaya, dan tata dekorasi pentas. Masing-masing unsur
membentuk satu kesatuan interpretasi yang padu dan kemudian mewujud
dalam satu tampilan pertunjukan. Oleh karena itu, teater dapat dikatakan
sebagai seni kolaboratif.
Struktur Cerita
Menampilkan
pertunjukan teater adalah menyampaikan pesan yang terkandung dalam
cerita kepada penonton. Inti dari cerita di dalam teater adalah konflik
(masalah). Jadi sebuah pertunjukan dapat disebut sebagai teater jika
pertunjukan tersebut bercerita serta cerita tersebut memiliki konflik.
Secara sederhana struktur cerita dalam teater dapat digambarkan sebagai
berikut;
Gambar………….
Berdasar
gambar di atas, jika cerita yang ditampilkan sudah memenuhi struktur
tersebut maka sudah dapat dikreasikan menjadi sebuah pertunjukan teater.
Bentuk-bentuk Sajian Teater
a. Teater Naskah
Teater
naskah merupakan pertunjukan teater yang berdasar pada naskah lakon.
Pada bentuk teater ini, naskah merupakan bahan dasar ekspresi. Semua
konsep dibuat berdasarkan lakon sehingga pertunjukan yang ditampilkan
merupakan perwujudan utuh dari lakon (cerita) tersebut. Seperti telah
disebutkan di atas, lakon dapat dibedakan menurut jenisnya yaitu; drama,
melodrama, tragedi, komedi, dan satir. Namun dalam perkembangan teater
modern naskah lakon dapat dijeniskan sebagai; drama-satir,
drama-tragedi, tragedi-komedi, dan lain sebagainya. Pertunjukan teater
yang berdasar naskah inilah yang kemudian (terutama di Indonesia)
disebut sebagai pertunjukan drama.
b. Teater Improvisasi
Dalam
teater ini, bahan dasar ekspresi adalah kerangka cerita. Sutradara
menuangkan cerita secara lisan kepada para pemain kemudian pemain
mengembangkan dan mengekspresikan cerita tersebut secara improvisasi.
Dialog diciptakan secara spontan pada saat itu juga. Untuk menghidupkan
cerita, para pemain harus saling mengisi dan saling memahami antara satu
dengan yang lain. Karena tidak berdasar pada naskah maka dialog dapat
dikembangkan sedemikian rupa menurut kemampuan si pemain. Teater
tradisional kerakyatan biasanya menampilkan jenis teater semacam ini.
Para pemain teater tradisional yang sudah profesional biasanya berkumpul
beberapa saat sebelum pentas untuk mendengarkan penuangan cerita dari
sutradara. Setelah itu mereka mempersiapkan diri untuk kemudian tampil
scara spontan mengekspresikan cerita yang telah digariskan. Bagi para
pemain muda, teknik improvisasi ini bisa dilatihkan dahulu beberapa
minggu bahkan bulan sebelum hari pementasan.
c. Teater Gerak
Teater
gerak adalah teater yang menampilkan ekspresi cerita melalui gerak.
Pada awalnya penggunaan suara atau dialog tidak diperbolehkan tetapi
pada perkembangan-nya suara dan dialog sering ditampilkan untuk memberi
penegasan makna ekspresi tetapi dibatasi. Yang tergolong dalam teater
ini adalah pantomim dan teater tari (sendratari). Pantomim dapat
didefinisikan sebagai seni menggunakan gerakan, ekspresi wajah dan tubuh
untuk mengungkapkan makna atau cerita tertentu. Sedangkan teater tari
(sendratari) secara harfiah dapat dikatakan sebagai seni teater (drama)
yang ditarikan. Dari sedikit keterangan ini dapat dijelaskan bahwa dalam
teater gerak bahan dasar ekspresinya juga cerita.
d. Teater Boneka
Bentuk
ekspresi seni teater yang menggunakan boneka sebagai media penyampai
cerita kepada penonton. Teater boneka memiliki banyak ragam mulai dari
bentuk boneka hingga bentuk panggung pementasannya. Tidak hanya itu,
teknik bermain boneka dan teknik bercerita (penggunaan suara untuk
mengisi karakter tokoh-tokohnya) bisa sangat berlainan antara yang satu
dengan yang lain. Ada teater boneka yang dimainkan oleh banyak orang
(termasuk pengisian suara tokohnya) dan ada teater boneka yang hanya
dimainkan oleh seorang pemain saja termasuk pengisian seluruh suara
tokoh dalam cerita yang ditampilkan.
e. Teater Musik
Teater
musik sering disebut sandiwara musikal yang menampilkan cerita melalui
ekspresi musikal. Untuk mendukung tujuan tersebut biasanya gerak atau
tarian ditampilkan dan para pemain melakukan dialognya dalam lagu.
Meskipun ada beberapa kalimat yang diucapkan seperti wicara tetapi basis
ekspresi ucapan tokoh adalah nyanyian dan musik. Bentuk lain yang dapat
digolongkan dalam teater musik ini adalah opera yang semua cerita
ditampilkan melalui nyanyian dan musik (orkestra). Dalam opera bahkan
terkadang hanya ditampilkan orkestra dan penyanyi tanpa elemen pendukung
yang lain. Cerita secara utuh disajikan dalam bentuk lagu (nyanyian)
dan musik.
f. Teatrikalisasi Puisi
Sajian
seni teater yang berbasiskan puisi. Bahan dasar ekspresi adalah puisi
yang kemudian diolah sedemikian rupa sehingga memenuhi struktur cerita
dalam teater. Gaya pembacaan (penyajian) puisi masih tetap dipertahankan
tetapi ekspresi pemainnya digarap secara teatrikal (mengadopsi gaya
ekspresi pentas teater). Ragam bentuk gerak, musik dan permainan
ekspresi pemain dikombinasikan untuk menampilkan makna kesuruhan puisi
yang telah dirangkai menjadi satu cerita.
g. Teater Audio
Teater
audio adalah sajian teater yang ditampilkan secara auditif.
Bentuk-bentuk dari teater ini adalah sandiwara radio, dan atau sandiwara
(cerita) yang dikemas dalam pita kaset/cd. Dasar dari teknik teater
audio adalah dramatic reading dimana para pemainnya membaca naskah
seolah-olah sedang bermain teater secara sungguh-sungguh. Karena para
pemain hanya ditampilkan suaranya saja maka dalam teater audio, suara
pemain harus mampu mewakili imajinasi pendengar terhadap situasi cerita
yang sedang diketengahkan. Karena media ekspresinya bersifat auditif
maka elemen pendukung yang dapat digunakan untuk memancing imajinasi
pendengar mendapat tekanan misalnya; ilustrasi musik dan sound efek.
h. Mendongeng
Mendongeng
(story telling) merupakan bentuk teater yang paling tua. Jauh sebelum
bentuk sajian teater tampil dengan beragam media, mendongeng merupakan
karya seni yang sangat menarik. Dalam tradisi daerah-daerah tertentu,
mendongeng biasanya dilakukan oleh para tetua adat yang menceritakan
sejarah atau kepahlawanan para leluhur atau asal mula manusia (suku
tersebut) diciptakan.Meskipun sederhana dan tanpa menggunakan media lain
untuk mempertegas cerita, kegiatan mendongeng ini dapat menciptakan
mitos-mitos tertentu yang diyakini oleh para pendengarnya. Bahkan dalam
sejarah penyebaran agama, mendongeng merupakan media dakwah yang ampuh
untuk menarik ummat.
Dalam
kasanah pendidikan anak-anak, pelajaran moral dan sosial dapat
disajikan dalam bentuk dongeng dan seni mendongeng. Wilayah imajinasi
anak dirangsang dengan cerita yang disajikan oleh pendongeng. Karena
imajinasi tersebut hidup dalam benak anak ketika mendengarkan dongeng
maka pesan moral yang hendak disampaikan akan lebih mengena dan mudah
diingat.
Berkarya Teater
Membuat
karya teater sebetulnya tidaklah sesulit yang dibayangkan. Teater
dirasa sulit karena pemahaman tentang teater masih terjebak pada drama.
Hal ini mengakibatkan gambaran proses karya teater sangat menjemukan dan
berat. Para pemain harus menghapalkan naskah sementara waktu yang
tersedia tidaklah banyak. Apalagi jika kondisi seperti ini diterapkan di
sekolah, pastilah akan teramat sulit mengingat beban pelajaran yang
harus ditempuh oleh peserta didik sangatlah banyak masih diharuskan lagi
menghapal naskah.
Namun
tidaklah demikian jika teater dimaknai sebagai teater dan bukan sebagai
drama an sich. Seperti pada paparan di atas, teater dapat ditampilkan
secara improvisasi, dengan gerak saja atau dengan gabungan beberapa
ragam ekspresi. Hal yang perlu diingat dan diperhatikan adalah 4 unsur
pokok teater tersebut. Jadi langkah awal adalah menentukan atau
membangun cerita.Cerita dapat diambil dari buku cerita, puisi, film,
sebuah gambar, atau cerita dibangun bersama-sama antar pemain dengan
arahan sutradara.
Sumber-sumber
cerita sebetulnya banyak tersedia di alam sekitar. Jika mau mencermati
maka sumber cerita tidak akan pernah habis. Teater hanya mensyaratkan
tiga hal utama dalam struktur ceritanya; pemaparan, konflik, dan
penyelesaian. Dengan berlandaskan pada hal ini maka banyak cerita yang
bisa dikreasikan. Tidak perlu kajian mendalam tentang tokoh dan elemen
pembentuk cerita yang lain kecuali kalau memang ingin membuat karya
teater secara profesional. Durasi ceritapun tidak perlu panjang,
kalaupun ingin menciptakan cerita yang panjang hal itu dapat dibentuk
dari cerita pendek-pendek yang digabungkan. Intinya, buatlah cerita yang
paling sederhana.
Setelah
cerita tersedia maka selanjutnya adalah menentukan bentuk sajian. Jika
cerita yang dihasilkan begitu sempurna sehingga di dalamnya sudah
mencakup seluruh dialog pemain secara utuh maka bentuk teater naskah
(drama) dapat ditampilkan. Jika yang dihasilkan adalah kerangka cerita
(tanpa dialog) maka banyak pilihan yang bisa dilakukan. Apakah akan
menampilkan teater improvisasi atau teater gerak, menggunakan media
seperti boneka atau tidak. Jika yang dihasilkan hanya serangkaian puisi,
tentu saja teatrikalisasi puisi dapat dipilih sebagai bentuk sajian.
Berikutnya,
setelah cerita dan bentuk sajian ditentukan maka para pemain dengan
arahan sutradara (pengarah laku / pembimbing) bersama-sama
mengeksplorasi cerita tersebut. Eksplorasi dapat bersifat eksplorasi
gerak, suara, dialog, atau koreografi dengan bersumber pada cerita. Dari
rangkaian eksplorasi ini selanjutnya sutradara beserta pemain
menentukan bentuk-bentuk ekspresi mana yang sekiranya tepat dengan
cerita dan bentuk sajian yang hendak ditampilkan. Dari hasil eksplorasi
yang telah ditentukan itu maka disusunlah rangkaiannya mulai dari awal
hingga akhir. Jika rangkaian ini sudah jadi maka dapat dipraktekkan
untuk kemudian diberi tambahan misalnya; musik atau tata lampu,
dekorasi, dan lain sebagainya. Jika semuanya dirasa cukup maka
pertunjukan bisa ditampilkan di hadapan penonton.
Yang
perlu diingat dalam berkarya teater adalah, jangan takut salah karena
kesalahan dalam seni dapat menjadi motif baru yang dapat dikembangkan.
Jangan berpikir hasil karya tersebut berkualitas baik atau buruk, yang
penting adalah semua terlibat untuk berkarya baik pemain ataupun
sutradara dan semua senang melakukannya. Janganlah ragu-ragu karena
kebersamaan dan kerja bersama akan menghilangkannya. Mulailah segalanya
dengan rasa suka.
0 komentar:
Posting Komentar